Selasa, April 12, 2005

Sepenggal dari "By the River of Piedra I Sat Down & Wept"

Diterjemahkan oleh Miagina Amal

Terkadang, suatu rasa sedih yang tidak terkendali mencengkram kita, ia berkata. Kita tahu bahwa momen magis sebuah hari telah berlalu, dan kita tak berbuat apa-apa. Lehidupan mulai menyembunyikan keajaiban dan seninya dari kita

Kita mesti mendengarkan sang anak, seperti kita dulu kala, yang masih ada dalam diri. Anak itu mengerti arti momen magis. Kita bisa saja meredakan tangisannya, tapi tak bisa menghilangkan suaranya.

Sang anak masih ada dalam diri kita. Terberkatilah semua kanak-kanak, karena kerajaan Tuhan adalah milik mereka.

Jika kita tidak terlahir kembali-jika tak belajar untuk melihat kehidupan dengan kemurnian dan antusiasme masa kanak - kanak - tak ada artinya terus hidup.

Ada banyak cara untuk bunuh diri. Mereka yang mencoba membunuh tubuhnya melanggar hukum Tuhan. Mereka yang mencoba membunuh jiwa, juga melanggar hukum Tuhan, meski kejahatan ini kurang kasat mata bagi orang lain.

Kita mesti memperhatikan apa kata sang anak dalam hati. tak perlu malu akan keberadaannya. kita tak boleh membiarkan anak ini takut, karena ia sendirian dan hampir tidak pernah di dengar.

Kita mesri mengizinkan anak ini memegang kendali hidup kita. Sang anak tahu bahwa setiap hari berbeda dari hari yang lain.

Kita mesti mengizinkannya merasa dicintai kembali. Kita mesti membahagiakan anak ini - bahkan jika itu berarti berlaku tak seprti biasanya, dalam cara - cara yang mungkin terlihat menggelikan orang lain.

Ingatlah bahwa kebijaksanaan manusia adalah kegilaan di mata Tuhan, jika kita mendengarkan sang anak yang hidup dalam jiwa kita, mata kita akan berbinar cemerlang. Selama tak kehilangan kontak dengan hidup
-iMra-

Tidak ada komentar: